DIAMOND REOG

Ini barisan ta' bergenderang-berpalu, kepercaya'an tanda menyerbu, sekali berarti, sudah itu mati, MAJU, bagimu negeri menyediakan api, punah dia atas menghamba, binasa diatas ditindas, Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai, jika hidup harus merasai, MAJU, SERBU, SERANG, TERJANG.






Sabtu, 20 Agustus 2011

Renungan Ramadhan


Kemudian kalau kaum miskin, pada ramadhan ini, terkadang belum tentu juga dapat berpuasa full, karena biasanya mereka harus membanting tenaga jauh lebih keras dan mungkin menganggap dari ramadhan ke ramadhan adalah sesuatu yang biasa saja dan sudah sering mereka hadapi, karena yaa…haus dan laparnya hampir sama saja tiap hari, yang beda mungkin banyaknya orang memberi sedekah, itu saja! Dan…pasca idul fitri nanti yaaa haus dan lapaaar lagi, bahkan mungkin lebih parah haus dan laparnya!

Meskipun sudah berkali-kali diungkapkan, bahwa secara makna berpuasa mestinya menyadarkan kita akan rasa haus dan lapar yang justru tiap hari dialami kalangan fakir miskin, dan sebenarnya pada bulan ini adalah ajang melatih diri untuk menjalani apa yang sama dirasakan kaum fakir-miskin yang serba kekurangan, serta untuk mengembangkan sikap empati dan simpati terhadap derita rakyat miskin. Tapi faktanya tidak demikian memang.
So…alangkah menjadi lebih menarik seandainya semua elemen masyarakat termasuk pemerintah mendiskusikan bagaimana caranya mengkampanyekan agar momentum ramadhan dapat menjadi starting upaya memberdayakan kaum fakir-miskin yang termarjinalkan.
Karena kaum fakir-miskin hadir bukan semata-mata karena takdir, tapi karena ternyata kekuasaan, kebijakan dan kekuasaan modal yang justru semakin memiskinkan, melanggengkan kemiskinan, tidak memberikan akses yang membebaskan dan tidak memihak kepada kaum miskin.

Untuk menghayati penderitaan mereka itulah kita puasa. Bagaimana kerontangnya kerongkongan tanpa disentuh air saat mendorong gerobak sampah pemulung di panas terik. Bagaimana lemahnya tubuh disaat
tak dapat sepotong makanan pun sepanjang hari. Dan bisakah hati tidak megeluh akan semua itu? Bisakah mulut tidak rewel dan cerewet menjalani semua itu? Bagaimana jika hal itu berlangsung lama?
Bagaimana jika waktu berbuka itu tidak ada? Yang biasanya sudah ditunggu hidangan makanan indah bak buah-buahan dalam bayangan sorga? Bagaimana jika ibadah puasa itu tanpa sahur? Yang tujuannya jelas-jelas
dipersiapkan sebagai energi cadangan untuk menjalani puasa di siang hari? Lalu saat berbuka akhirnya juga dibayar sekian kali lipat? Lalu kenapa saya, anda dan kita semua, terutama para pengkotbah begitu gencarnya menyeru puasa itu wajib bagi siapa saja? Termasuk mereka yang miskin papa? Ya itu kan perintah Tuhan.
Perintah Tuhan? Apakah Tuhan buta realitas? Oh … kejam nian Tuhan jika demikian.

Jangan-jangan Tuhan mencibirkan manusia yang mengaku beriman dengan berkacak pinggang dalam kotbah dan ceramah suci mulia. Tapi para gelandangan tetap kelaparan dan tidur dalam tumpukan sampah.  Sementara kita kaum beriman menikmati apel, juice saat berbuka puasa. Yang kita yakini sebagai kemenangan menahan nafsu di siang hari. Bisakah kita merasa malu? Malu bahwa puasa kita hanya omong kosong? Puasa kita hanya semacam festival menunda selera pacu yang lebih ganas menjelang waktu berbuka? Puasa manja yang tidak pernah kurang makan? Puasa yang sudah dipersiapkan dengan makanan sahur agar tidak tumbang di siang hari? Puasa yang kita elu-elukan secara kroyokan? Puasa yang ibarat mobil ambulance lewat? Yang memaksa semua mobil lain minggir karena mau lewat? Puasa yang memaksa dunia harus  mengakui bahwa kita lagi puasa sambil berteriak: “Jangan ganggu saya, saya lagi puasa. Jangan makan dekat saya!”

Apakah artinya puasa Ramadhan bagi kaum miskin papa yang sudah selalu puasa dalam banyak hal? Tidak seperti kita orang beriman omong kosong yang cuma menahan haus lapar? Yang dilakukan cuma karena takut ancaman Tuhan dan mengumbar pahala? Dan lebih-lebih karena takut ancaman sosial karena dinilai sebagai orang yang tidak bermoral dan tidak beriman?
Sumber.http://osserem.blogspot.com/2011/08/sia-sia-puasa-kita-se
buah-renungan.html